beranda

Home | Profil | Tentang Hati | Motivasi | komputer | History | MP3 ku

Selasa, 11 Januari 2011

PRINSIP DAGANG MODERN MUHAMMAD

Diutusnya Nabi Muhammad oleh Allah swt. ke dunia merupakan peristiwa besar sejarah umat manusia. Kehadiran beliau telah membuka zaman baru peradaban dunia, bahkan alam semesta (rahmatul-lil’alamin) sebagaimana difirmankan Allah dalam Q.S. Thaha [21]:107. Adalah Michael Hart, dalam sebuah bukunya, menempatkan beliau sebagai orang nomor satu yang memiliki pengaruh sangat besar dalam sejarah. “Muhammad saw…., tokoh dunia yang paling berpengaruh, karena satu-satunya manusia yang memiliki kesuksesan paling hebat di dalam dua bidang-bidang sekaligus: agama dan duniawi”, begitu alasan Hart.

Salah satu aspek bidang kesuksesan Nabi Muhammad salam keduaniaan, yang banyak dibahas para ahli sejarah, adalah keprofesionalan dalam berdagang (wirausahawan). Akan tetapi, ironi terjadi di kalangan ulama agama, yang hampir tidak pernah memiliki perhatian sisi Rasulullah tersebut.

Di dalam banyak literatur sejarah disebutkan bahwa pada masa mudanya, Nabi Muhammad pernah mendapatkan julukan sebagai Al-Amin atau Ash-Shiddiq yang berarti dapat dipercaya atau benar. Jika dihitung secara kasar, lebih dari 20 tahun, Nabi Muhammad berkiprah di bidang perdagangan. Karenanya. beliau sangat dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab. Ini adalah pengalaman panjang bagi seorang pedagang pada masanya. Bentuk-bentuk transaksi dari berbagai kota itu, tentu sangat mempengaruhi perilaku beliau dalam menjalankan perdagangannya. Tentu saja, tidak mudah untuk berperilaku qonaah, menjaga prinsip kejujuran dan keadilan dalam berbisnis semacam itu.

Anehnya, penjelasan atau uraian yang mendalam tentang pengalaman dan keterampilan dagang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad tidak banyak. Apa penyebabnya? Inilah yang semestinya mendapat perhatian oleh para ulama maupun para bisnisman muslim, sehingga mampu mencontohnya. Bayangkan saja, sebagai orang yang masih muda, sebelum umur 25 tahun, ia telah diangkat Khadijah, salah satu saudagar kaya di Mekkah, untuk menjadi mudharib (fund manager) atas semua harta kekayaannya. Nah, setelah itulah, Rasulullah kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke Busrah di Syiria, Habsyah, Jorasy, Bahrain, Abisinia, dan Yaman. Beliau selalu ditemani Maesaroh, salah satu pembantu Khadijah.

Setelah akhirnya menikah dengan Khadijah, di pertengahan usia 30-an, Nabi Muhammad banyak terlibat dalam bidang perdagangan, sehingga pernah datang ke Najd dan Najran. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah juga pernah terlibat dalam urusan dagang yang besar, terutama saat musim haji, di Festival Dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Pada musim-musim yang lain, beliau juga sangat sibuk dengan perdagangan grosir di pasar-pasar kota Makkah, sebuah perdagangan yang cukup menguntungkan.

Dalam perilaku bisnisnya, Nabi Muhammad sudah menerapkan nilai-nilai manajemen yang canggih. Secara sungguh-sungguh, beliau mengelola transaksi perdagangannya serta hubungan bisnisnya, sehingga para mitra bisnisnya selalu merasa puas saat bertransaksi dengan beliau.

Afzalurrahman mencatata bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Beliau tidak pernah membuat para pelanggannya komplen dan selalu menjaga janjinya, serta menyerahkan barang-barang pesanannya tepat waktu. Beliau selalu berperilaku bisnis dengan penuh tanggung jawabnya dan memiliki integritas tinggi di mata siapapun. Reputasi beliau sebagai seorang pedagang yang jujur dan adil telah dikenal luas sejak masih muda.

Beberapa kalangan bahkan berpendapat bahwa Muhammad adalah pelopor perdagangan yang menjunjung tinggi prinsip kejujuran serta transaksi bisnis yang fair dan sehat. Beliau tak segan-segan menyosialisasikan prinsip tersebut dalam bentuk perilaku keseharian secara langsung dan statemen yang tegas kepada para pedagang lain sebagai pendidikan dan pelajaran. Bahkan, pada saat beliau menjadi khalifah di Madinah, law enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis yang nakal. Secara bertahap, beliau juga memperkenalkan asas facta sur servanda yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi ada di tangan para pihak yang melakukan perjanjian, dan dibangun atas dasar saling setuju, “Sesungguhnya transaksi jual-beli itu (wajib) didasarkan atas saling setuju (ridla)….”

Itulah dasar-dasar etika dan menejemen bisnis yang kemudian mendapat legitimasi keagamaan dari Allah melalui proses diangkatnya beliau (Muhammad) menjadi Nabi. Akan tetapi, prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan kepada umatnya itu baru mendapat pembenaran akademis oleh kalangan pakar ekonomi pada akhir abad ke-20 hingga sekarang. Para pakar bisnis menyatakan bahwa perilaku bisnis modern bertujuan memenuhi keinginan pelanggan atau kepuasan konsumen (costumer satisfaction), melayani dengan baik sekali (service excellent), menempatkan kompetensi dengan tepat, mengutamakan efisiensi, mengedepaknan transparansi, serta bersaingan dengan sehat, dan jujur. Dan, semua itu telah melekat dalam pribadi serta etika bisnis Muhammad sejak masih muda.

Para penulis sejarah juga mengungkapkan bahwa Muhammad adalah debitor yang baik. Beliau tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default) kepada kreditornya. Setiap utang yang beliau pinjam selalu dibayar sebelum jatuh tempo. Hal ini beliau lakukan terhadap setiap mitra usahanya, termasuk pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Tak hanya menepati janji, Muhammad bahkan mengembalikan utangnya lebih besar dari nilai pokok pinjaman. Hal itu beliau lakukan sebagai penghargaan kepada kreditur yang telah bermurah hati meminjamkan modal usaha. Dalam sebuah riwayat beliau pernah meminjam seekor unta yang masih muda, Pada saatnya mengembalikan kepada pemiliknya, beliau meminta Abu Rafi’ agar mengembalikan utang untanya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” (H.R.Muslim).

Jadi, jika kita melihat uraian di atas, kesimpulan awalnya adalah Muhammad seorang pedagang yang menerapkan prinsip-prinsip etika berbisnis modern. Hal ini tentu sangat maju di zamannya. Akan tetapi, model atau teladan yang telah diberikan Muhammad tersebut, ternyata tak banyak dikaji oleh para ahli ekonomi, maupun para pedagang muslim khususnya.

sumber : www.bisnis-berakhlak.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar